Thursday, 27 October 2011

Wapres : “….keseimbangan itu masih pas-pasan….”

GORONTALO - Kondisi pangan nasional masih cukup berimbang dengan jumlah penduduk, sehingga ketahanan pangan perlu dikuatkan lagi, mengingat jumlah penduduk Indonesia terus bertambah setiap tahunnya. Keseimbangan yang masih pas-pasan itu diperlukan sebuah langkah sistematis untuk mengatasi kerawanan pangan yang masih saja menghantui masyarakat Indonesia.
Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke 31 tahun 2011 yang dipusatkan di Desa Moutong, Kecamatan Tilong Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo dibuka Wakil Presiden RI, Budiono 21 Oktober 2011. Menurutnya, sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah, namun dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangannya membutuhkan teknologi tepat guna. Keyakinannya dengan memanfaatkan teknologi tepat guna bisa membuat SDA yang melimpah dapat bermanfaat secara optimal bagi ketahanan pangan Indonesia.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa prioritas pemerintah saat ini menyediakan ketersediaan pangan secara aman bagi kepentingan nasional dan dunia. Indonesia harus aman di bidang pangan. Resikonya cukup besar jika Indonesia hanya puas dengan kondisi pangan seperti sekarang ini yang pas-pasan dan terus dihantui kerawanan pangan. Kedepan pengembangan ketersediaan pangan, terutama kebutuhan pokok tidak hanya diarahkan untuk swasembada, tetapi juga ke surplus produksi. Tidak mudah memang, untuk menciptakan ketersediaan pangan yang lestari, dibutuhkan kerja keras dan langkah sistematis yang terkoordinasi dengan bagus. Kuncinya bagimana menyebarkan teknologi dari hulu sampai hilir tersebut untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Suswono juga mengatakan bahwa HPS merupakan kegiatan rutin untuk memperkuat kerjasama dan koordinasi secara nasional dalam penyediaan ketahanan pangan di tanah air. “HPS merupakan momentum penting bahwa perwujudan ketahanan pangan menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa”, tegasnya. Perubahan iklim global dan krisis ekonomi menjadi ancaman tersendiri bagi ketahanan pangan di Indoensia dan dunia. Produksi pangan belum sepenuhnya menggunakan teknologi sehingga dibutuhkan teknologi yang adaptif terhadap perubahan iklim karena iklim tak mungkin dikendalikan, ujarnya.

Panen Padi Melimpah 30%, Berkat Tanam Inpari 4 dan Inpari 7

MADIUN - Untuk mendukung SL-PTT, BPTP Jatim menyelenggarakan demfarm dengan pendekatan PTT pada padi sawah di Desa Tiron, Kecamatan Madiun mampu berproduksi 10,20 ton/ha dengan menggunakan varietas Inpari 7, jauh lebih tinggi dari cara petani yang hanya sekitar 7,30 ton/ha dengan menggunakan varietas lain. Sebelum pelaksanaan demfarm, bahkan petani hanya panen 3-4 ton/ha dengan menggunakan varietas lain karena serangan hama Wereng Batang Coklat (WBC)
Bupati Madiun dalam sambutannya mengatakan bahwa dengan adanya demfarm padi sawah menggunakan Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari 7 melalui program SL-PTT Tanaman Pangan dapat meningkatkan produktivitas padi 30%, sehingga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan petani. Beliau berharap VUB Inpari digunakan petani pada musim tanam selanjutnya dengan penerapan PTT.
Demfarm ini menerapkan komponen VUB Inpari 4 dan Inpari 7, serta display Varietas Unggul Baru  (VUB) Inpari 1, 5, 6, 10 dan 13. Cara tanam dengan jajar legowo 2 : 1, jumlah bibit 2 - 3 per lubang, pemupukan  berimbang berdasarkan BWD dan PUTS, serta pengendalian hama dan penyakit dengan prinsip PHT.
Guna menyebarluaskan hasil kegiatan demfarm padi sawah, dilaksanakan sebuah acara Temu Lapang dan Gelar Teknologi pada tanggal 11 Oktober 2011 di Desa Tiron, Kecamatan Madiun yang diselenggarakan kerjasama BPTP Jawa Timur dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Madiun.
Dalam acara temu lapang dilakukan panen raya oleh Bupati Madiun, Kepala BPTP Jawa Timur dan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, temu wicara, serta bantuan benih padi hibrida varietas Sembada B-168 yang disampaikan oleh Bupati Madiun dan benih padi inhibrida varietas unggul baru Inpari 13 yang disampaikan oleh Kepala BPTP Jawa Timur kepada ketua kelompok tani “Tiron Maju II”, Desa Tiron, Kecamatan Madiun.Temu Lapang dilengkapi dengan stand pameran dari BPTP Jawa Timur, PT Petrokimia Gresik dan 2 mitra usaha pertanian. Temu lapang juga dihadiri oleh Ketua DPRD Kab. Madiun, Asisten II Kabupaten Madiun, Kepala Dinas Perhubungan Kab Madiun, Kepala Dinas Dinas Koperasi & Perdagangan Kab. Madiun, Kepala Kantor Badan Ketahanan Pangan Kab. Madiun, Camat Madiun Kab. Madiun, Kepala UPT BPP se Kab. Madiun, Penyuluh, Mantri Tani, POPT se Kabupaten Madiun, Kepala Desa se Kec. Madiun, Ketua & Sekretaris Gapoktan Kecamatan se Kab. Madiun serta masyarakat tani Kecamatan Madiun.
Sumber : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur

Cukupkah Pangan Untuk Bangsa Indonesia?

Demikian penggalan inti dari Pidato Wakil Presiden (Wapres) RI pada acara Pembukaan Hari Pangan Sedunia (HPS)  tanggal 20 Oktober 2011 di Kabupaten Bone Bolango, provinsi Gorontalo. Kunjungan Wapres pada acara HPS tersebut disertai Menteri Pertanian, Perwakilan FAO James Mc Grane, perwakilan 21 negara sahabat, serta sejumlah Gubernur di Indonesia. Saat ini penduduk dunia mencapai hampir 7 milyar orang dan tahun 2050 diperkirakan mencapai 9,5 milyar orang. Kita belum aman dalam hal penyediaan pangan, ke depan kerawanan pangan akan terus menghantui kita.
Wapres mengatakan untuk mengatasi kerawanan pangan diperlukan pemanfaatan teknologi yang tepat dan pengelolaan sumberdaya yang baik untuk menghasilkan pangan yang cukup bagi bangsa Indonesia.
Pada Acara HPS tersebut Badan Litbang Pertanian menampilkan berbagai inovasi teknologi yang dikelompokkan pada empat cluster yaitu 1. Cluster Rumah Pangan Lestari (RPL), 2. Cluster Pangan Fungsional, 3. Cluster Swasembada Pangan, dan 4. Cluster Tanaman Obat dan Aromatik.
Dalam kunjungan Wapres ke lahan Gelar Teknologi Badan Litbang Pertanian, beliau sangat tertarik dengan penampilan berbagai tanaman sayuran dan biofarmaka yang ada di hamparan RPL. Selain itu, Wapres berkesempatan mendengarkan penjelasan tentang kemajuan penelitian kedelai, padi dan jagung. Pada kesempatan ini Wapres sempat memetik polong kedelai muda dan memakannya. Pada tanaman jagung, Wapres sempat memegang tanaman jagung yang memiliki tongkol dua dan berdiskusi dengan peneliti jagung.  Hal yang menarik dari acara HPS tersebut, Wapres sangat memperhatikan kemajuan riset di bidang pertanian dan bagaimana hasil riset tersebut segera disebarkan kepada petani serta sampai di lahan petani.
Sumber : Pusat Penelitian Tanaman Pangan

Rumah Pangan Lestari menjadi Primadona di HPS Gorontalo

Model Rumah Pangan Lestari (RPL) di tengah hamparan Gelar Teknologi pada puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Bone Bolango, Gorontalo, 18-22 Oktober 2011 merupakan salah satu kegiatan yang menjadi primadona, sarat manfaat dan langsung mengena pada sasaran. Badan Litbang Pertanian menampilkan RPL di Gelar Teknologi HPS yang memiliki sub tema ‘Pemberdayaan Keluarga untuk Mengatasi Harga Pangan Menuju Ketahanan Pangan’.
Konsep Rumah Pangan Lestari tidak sekedar pemanfaatan pekarangan. Empat prinsip RPL adalah: kemandirian pangan, diversifikasi pangan berbasis sumber pangan lokal, pelestarian sumber daya genetik pangan dan kebun bibit desa (KBD). Sinergi antar pendukung gelar teknologi telah mewujudkan contoh RPL yang mudah dipahami dan ditiru. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan berkontribusi dengan teknik akuaponik. Menurut penelitinya teknik akuaponik mengintegrasikan teknologi pemeliharaan ikan sebagai basis pokok budidaya dimana air yang telah terpakai sebagai media penyubur pada penanaman sayuran karena air yang dialirkan mengandung pupuk NPK.
Pengunjung mendapat penjelasan dan peragaan tentang KBD, berbagai macam cara budidaya tanaman (bedengan, vertikultur, pot/polibag), budidaya ikan dalam kolam terpal, dan pemeliharaan unggas dan kambing dalam kandang, yang memudahkan peminat merancang penerapan RPL di mana saja kendati bangunan rumah dan kondisi halaman berbeda. Kebun bibit merupakan nyawa RPL, karena dari situlah distribusi benih/bibit berlangsung. Secara mudah, bibit diproduksi kemudian dikirim ke rumah-rumah.
Dalam kunjungannya ke Model RPL, Wapres beserta Ibu Herawati menyemai benih sayuran. Wapres menyatakan agar RPL ini bisa dikembangkan di mana-mana dengan benih yang kita produksi sendiri. Model RPL menjadi favorit kunjungan. Pengunjung berasal dari kalangan petani, penyuluh, pegawai Pemda, pelajar dari TK sampai SLTA, dan warga masyarakat. Pasca HPS, Model RPL selayaknya dilanjutkan sebagai percontohan dan lokasi tersebut menjadi objek agrowidyawisata.
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura

Dr. Haryono :”… diluar dugaan, INPARI 13 di Gunung Kidul mampu mencapai 10,5 ton.”

Dr. Haryono bersama-sama Sri Sultan HB ke X, Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan Bupati Gunungkidul yang didampingi Kepala BPTP DIY melakukan panen perdana varietas benih unggul INPARI 13 di Dusun Gelaran, Desa Bejihardjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul (25/10).  Hamparan sawah yang ditanami INPARI 13 itu diperkenalkan kepada petani melalui Model Pengembangan Pertanian Pedesaan Melalui Inovasi (MP3MI) yang bersebelahan dengan kawasan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT).
Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Haryono dalam sambutannya menjelaskan kepada Gubernur DIY Sri Sultan HB X bahwa hamparan pertanaman padi varietas INPARI 13 tersebut merupakan varietas unggul baru hasil penelitian dari Badan Litbang Pertanian yang tahan terhadap serangan wereng coklat Biotipe I, 2 dan 3. Varietas baru yang berdasarkan perhitungan ubinan mampu menghasilkan 10,5 ton per ha itu, diperkenalkan melalui program MP3MI di kawasan Kabupaten Gunungkidul. Hamparan pertanaman tersebut bersebelahan dengan lokasi SL-PTT yang melibatkan petani yang memiliki sawah seluas 24 ha dan 1 ha Laboratorium Lapang. :”…. diluar dugaan, INPARI 13 di Gunungkidul mampu mencapai 10,5 ton, padahal berdasarklan deskripsi, potensi hasilnya hanya mampu 8  ton/ha “, tegasnya.
Dalam arahannya Gubernur DIY Sri Sultan HB X menegaskan bahwa para petani untuk bisa maju harus berkelompok, dan kalau sudah berkelompok bergabunglah menjadi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Setelah menjadi Gapoktan bentuklah koperasi, setelah terbentuk koperasi, nanti saya bantu modal pertamanya, tegasnya. Lebih lanjut disampaikan bahwa kalau sudah bergabung dalam koperasi, memudahkan untuk mendapatkan informasi tentang hal-hal baru, termasuk varietas baru INPARI 13 dan sistem budidaya yang baru seperti Jajar Legowo.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan yang mewakili Menteri Pertanian memberikan arahan bahwa, memang tidak salah bila Kabupaten Gunungkidul tidak pernah tergeser sebagai penghasil padi terbesar di wilayah DIY.”………. padahal wilayah Gunungkidul dikenal “batu bertanah”, apalagi bila wilayah Gunungkidul kondisinya “tanah berbatu”, barangkali bisa menjadi lumbung pangan tingkat nasional, kalau kekompakan petaninya bisa dijaga, dan siap menerima inovasi baru, tegasnya.
Saat ini sebagian besar wilayah Kabupaten Gunungkidul masih mengalami kekeringan, tetapi Desa Beji Harjo masih bisa panen bahkan tiga kali setahun berkat pengairan yang diperoleh dari Goa Pindol yang tidak pernah kering meski musim kemarau tiba.

Kementan – WFP Luncurkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

Gorontalo – Kementerian Pertanian bersama dengan Badan Pangan Dunia (The United Nations World Food Programme, WFP) meluncurkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan untuk 14 Provinsi paling rentan pangan di Indonesia. Peta tersebut merupakan tindak lanjut dari peta versi nasional yang telah dipublikasikan sebelumnya pada tahun 2010. Adapun 14 provinsi tersebut antara lain provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Maluku dan Nanggroe Aceh Darussalam.

“Peta ini dapat dijadikan referensi dalam pedoman bagi upaya penurunan kerawanan pangan sebagai tindak lanjut dari komitmen Indonesia dalam pencapaian Millennium Development Goals,” kata Menteri Pertanian, Dr.Ir. Suswono, MMA saat meluncurkan peta ketahanan dan kerawanan pangan tersebut di Auditorium BPIJ Gorontalo pada Kamis (20/10). 

Peta tersebut telah menganalisis dan mengklasifikasikan tingkat kerentanan pangan dengan menitikberatkan kepada aspek ketersediaan pangan, akses pangan oleh rumah tangga, dan pemanfaatan pangan oleh individu. Selain itu, peta tersebut juga berfungsi sebagai alat penyedia pembanding berbentuk statistik yang berguna dalam penentuan sasaran geografis bagi pemerintah untuk mewujudkan situasi ketahanan pangan dan gizi dalam negeri. Diharapkan, peta tersebut bisa digunakan oleh berbagai lembaga, seperti Badan Ketahanan Pangan Provinsi, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Sementara itu, Acting Country Director WFP, Peter Guest mengatakan bahwa perubahan iklim dan bencana alam yang sering terjadi serta kenaikan harga pangan menjadikan masalah kelaparan semakin sulit untuk diatasi. “Investasi dan upaya gigih dalam merampungkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Propinsi ini merupakan bukti komitmen kuat pemerintah Republik Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi di 14 Provinsi tersebut,” demikian kata Peter Guest. 

Peta Kerentanan Pangan pertama Indonesia dikembangkan pada tahun 2005 oleh pemerintah Indonesia dan WFP, sedangkan edisi kedua diluncurkan langsung oleh Presiden Yudhoyono pada tahun 2010.

Sumber: Biro umum dan Humas

Friday, 21 October 2011

Program Utama BPTP Lampung

 PSDS
Produksi dan Swasembada Daging Sapi (PSDS)
Ada 11 langkah pendekatan yang akan dilakukan dalam mencapai sasaran PSDS tahun 2014 yaitu : Pengembangan pembibitan, penyediaan bibit melalui KUPS, optimalisasi insemininasi buatan dan intensifikasi kawin alam, penyediaan dan pengembangan mutu pakan, pengembangan usaha, pengembangan integritas, penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan, peningkatan kualitas rumah potong hewan dan pencegahan pemotongan betina produktif, pengendalian sapi import bakalan dan daging serta pengendalian distribusi dan pemasaran. informasi lebih lanjut: Direktorat Jendral Peternakan dan Dinas Peternakan Provinsi



  SL-PTT
Sekolah Lapangan Pengolahan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai, dan kacang tanah.
Dalam upaya pengembangan PTT secara Nasional Kementerian Pertanian meluncurkan program sekolah Lapang (SL) PTT dengan tujuan mempercepat alih teknologi PTT dari peneliti kepada peserta dan difusi alamiah kepada petani disekitarnya. PTT adalah pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan kelestarian lingkungan.

Tujuan penerapan PTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah adalah untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, OPT dan iklim secara terpadu.

Prinsif PTT mencangkup lima unsur yaitu: integrasi, interaksi, Sinergis, dinamis, dan partisipatif.

LOKASI SL-PTT BPTP LAMPUNG

1. KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
2. KABUPATEN LAMPUNG BARAT
3. KABUPATEN LAMPUNG UTARA
4. KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
5. KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
6. KABUPATEN PESAWARAN
7. KABUPATEN TANGGAMUS
8. KABUPATEN WAY KANAN
9. KABUPATEN TULANG BAWANG
10.KABUPATEN PRINGSEWU
11.KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT
12.KABUPATEN MESUJI

 
 PUAP
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)


Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja diperdesaan, Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi Tengah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008 dilakukan secara terintegrasi dengan program PNPM-M. Untuk pelaksanaan PUAP di Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007.

PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, GAPOKTAN didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Untuk mencapai tujuan PUAP, yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja diperdesaan, PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan Departemen Pertanian maupun Kementerian/ Lembaga lain dibawah payung program PNPM Mandiri.